PENGARUH NILAI ARSITEKTUR MODERN TERHADAP PRINSIP ARSITEKTUR POSTMODERN

PENGARUH NILAI ARSITEKTUR MODERN TERHADAP PRINSIP ARSITEKTUR POSTMODERN

PENDAHULUAN

Istilah Arsitektur Post-modern merupakan sebuah bentuk perlawanan dari arsitektur modern yang dianggap terlalu kaku. Gejala post modern ini dipicu oleh filsafat baru yang berkembang setelah kebangkitan revolusi industri. Falsafat barat selama ini dianggap terlalu menurut adanya penajabaran melalui logika saja, dengan ketentuan-ketentuan yang ketat. Dimana, seharusnya sains lebih memberikan ruang bagi krtik dan keterbukaan terhadapa adanya pola pikir yang beragam. Identitas sebuah bangunan tercipta melalui perkembangan gaya arsitektur pada masa tertentu, arsitektur post modern merupakan gaya arsitektur yang berkembang tahun m1970-an. Gaya arsitketur ini merupakan gaya yang dianggap sebagai bentuk kritik terhadap gaya arsitketur modern. Gaya arsitektur ini lebih mengharagi nilai lokalitas suatu tempat, Grand Royal Panghegar Bandung merupakan bangunan yang bermain-main dengan ornamen art-deco, lokalitas dan dipadu padankan dengan gaya arsitektur modern. Revisi prinsip-prinsip arsitektur modern pada perkembangan lanjut berkaitan erat dengan fenomena polarisasi tersebut dalam kompleksitas akar-akar sejarah gerakan arsitektur modern. Di satu sisi arsitektur modern mengalami perlawanan dari gerakan baru yang disebut arsitektur Post Modern yang berorientasi futuristik, anti modern. Namun di sisi lain Arsitektur Modern mengalami revisi secara evolusioner dengan nama Late Modern, sebagai reaksi terhadap tumbuhnya gerakan baru tersebut.

 

PEMBAHASAN

Modernisme Dalam Arsitektur

Kritik -kritik dan teori tentang arsitektur-modern telah cenderung untuk menyederhanakan secara berlebihan kebermulaan yang kompleks Gerakan Arsitektur Modern. Penyederhanaan tersebut merupakan representasi perngurangan bertahap prinsipprinsip normatif gerakan arsitektur modern. Hal tersebut dapat dilihat pada perkembangan gerakan arsitektur modern dari Eropah sampai di Amerika Serikat. Eksibisi Hitchcock dan Johnson 1932 pada Museum Seni Modern di New York, serta Gaya Internasional Arsitektur sejak 1922, menunjukkan kecenderungan pada pengurangan stereometry. Hal tersebut berupa bangunan-bangunan dengan bentuk-bentuk dasar, sesuai dengan ide-ide Bauhaus dan Le Corbusier. Hitchcock dan Johnson sangat peduli kepada ekspresionis Belanda dan Jerman: De Klerk dan Mendelsohn, serta kontruvist Rusia: Vesnini dan Leonidov. Siegfried Giedion, pakar sejarah yang berpengaruh pada gerakan arsitektur modern, mengikuti jejak Hitchcock dan Johnson, dalam karyanya "Space, Time and Architecture" (Cambridge 1941), pertama kali menyatakan keberadaan penekanan rekayasa (engineering) bangunan pada perancangan bangunan-bangunan sepanjang abad 19, yang merupakan faktor krusial dalam proses kelahiran gerakan Arsitektur Modern. Namun hal tersebut mengalami pengurangan pada abad ke-20 (misal: karya-karya: Gropius, Mies Van der Rohe, Le Cobusier, Alto), di mana penekanan diarahkan pada ekspresionisme.

Arsitektur modern mengutamakan 'isi(content) dan monotonisme abstraksi fungsionalis-arsitektur modern, diantaranya karena pengaruh inovasi teknologi-rekayasa. Arsitek-arsitek seperti Locien Kroll, Frank Getry dan Ralph Eskine termasuk dalam eksibisi museum arsitektur Jerman paling awal, yang melakukan revisi terhadap gerakan arsitketur modern. Revisi mereka dikatagorikan sebagai Post modern karena pekerjaan mereka tidak memilki kriteria/kaidah-kaidah gerakan arsitektur modern. Mereka semua memperkenalkan elemen fiksi ke dalam arsitektur. Namun di sisi lain sejumlah arsitek kotemporer memiliki berbagai cara bam dalam mengembangkan kaidah-kaidah estetika arsitketur modern, misal: Rem Kolhaas, Otto Steidle, dsb, yaitu menjabarkan model-model mereka sehingga diluar konvensi-konvensi gerakan arsitektur-modern, namun masih dalam kerangka perluasan. tradisi modernisme, sekaligus sebagai bagian dari modernisme-11 (nonhistorical), sebagai late modern.

Arsitektur Postmodern

Arsitektur posmodern adalah gaya arsitektur yang berkembang pada tahun 1970-an dan merupakan bentuk kritikan terhadap modernisme. Kritik-kritik terhadap modernisme secara garis besar meliputi empat hal. Pertama, tidak menghargai keragaman realitas kehidupan manusia dengan segala keunikannya. Kedua, modernisme dianggap gagal mewujudkan perbaikan kearah yang lebih baik. Modernitas ternyata disertai dengan terjadinya kerusakan ekologi, melebarnya jurang kaya-miskin, keputusan sejarah, alienasi, rasisme, diskriminasi, dehumanisasi, hegemoni sosial, dan ekonomi. Ketiga, terjadi patologi sosial seperti materialisme, konsumerisme, dan dekadensi moral. Keempat dilema ilmu pengetahuan, dengan adanya objektivikasi manusia, penyalah gunaan otoritas keilmuan, kontradiksi antara teori dan fakta, dan kurangnya perhatian terhadap dimensi mistis dan dimensi metafisik (Ikhwanudin, 2004). Pada tanggal 15 juli 1972 merupakan momentum yang dianggap monumental bagi perkembangan arsitektur posmodern. Pada tanggal itulah apartemen murah Pruitt Igoe karya Yamazaki, arsitek pengikut aliran modern ortodoks, dihancurkan. Apartemen yang dibangun dengan ideologi arsitektur modern ternyata melahirkan bangunan yang monoton, tidak manusiawi, pornografi, vandalisme, dan kriminalitas yang tidak dapat ditoleransi lagi. Meski banyak biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki elevator yang macet, jendela yang pecah dan pengecatan kembali dinding-dinding. Namun usaha tersebut tampaknya tidak memperbaiki keadaan, sehingga pengeboman terhadap gedung tersebut tidak dapat dihindarkan lagi. Peristiwa tersebut dianggap sebagai hari “ kematian arsitektur modern” (The death of modern architecture), dan sekaligus kelahiran sebuah gerakan arsitektur baru, yaitu “arsitektur posmodern”. (Jencks dalam Ikhwanudin, 2004).

 

 

Prinsip Arsitektur Postmodern

Dalam buku The Language of Post-Modern Architecture (1977), Jencks menjelaskan ada enam prinsip arsitektur posmodern, yaitu Double Coding, hybrida, schizophrenia, bahasa arsitektur untuk mencapai multivalensi, kaya metafor, dan menghargai multiplicity.

1.     double codded yang bermakna posmodern memiliki ketegangan permanen dan bersifat hibrid, campuran dan ambigu. Pengertian double coding sebagai kompleksifikasi elemen-elemen modern dengan yang lainnya, merupakan strategi untuk menguatkan dan sekaligus menolak kekuatan struktur (power of structure), mengesankan dan menantang perbedaan cita rasa dan diskursus bentuk yang bertentangan. Fungsi double coding pada bangunan posmodern adalah sebagai alat komunikasi para arsitek kepada semua pengguna dan arsitek lain, mencoba mengikatkannya dengan tradisi sebelumnya (Jencks, 1977).

2.     posmodern adalah arsitektur hibrida. Jencks dalam The Journal of Architectural Theory and Criticism Volume I, menyatakan bahwa arsitek posmodernis mengklaim bangunannya berakar pada tempat dan sejarah. Berbeda dengan arsitektur modern, mereka kembali kepada perbendaharaan ekspresi arsitektural masa lalu, seperti penggunaan ornamen, simbol, humor, dan konteks kota. Sebagai contoh, Humania Building karya Graves dan Neue Staatsgalerie karya Stirling yang menyadarkan pada konstruksi modern dan memori historis, sebuah hibrid yang juga mendorong pada ekletisme dan ironi. (Jencks dalam Ikhwanudin, 2004).

3.     arsitektur posmodern berkeinginan menjadi Schizophrenia. Sebuah penyakit mental yang menunjukkan seseorang yang memiliki dua keadaan mental yang saling bertentangan pada saat yang sama. Tetapi, posmodern menggunakan istilah tersebut untuk orang yang sehat mental yang ingin menggunakan cara tersebut (Jencks, 1977).

4.     posmodern adalah arsitektur dengan bahasa. Dengan kata lain, agar dapat dibaca dengan gaya multivalen posmodern harus memiliki bahasa arsitektur. Jencks (1977) menjelaskan bahasa yang digunakan di dalam arsitektur Posmodern ada empat bahasa, yaitu metafor, kata, sintak, dan skematik.

5.     posmodern adalah arsitektur yang cenderung kaya dengan metafor, baru dan bersangkutan, bukan jenis arsitektur yang eksklusif (Kurokawa, 1991). Posmodern berfokus pada aspek-aspek semantik (simbolisme dan makna). Dalam penggunaan semantik, teori yang diusulkan adalah teori associatism atau asosiasi ide. Hal ini bisa berdasarkan makna konvensional ataupun natural (Jencks, 1977).

6.     posmodern adalah arsitektur yang merespon multiplicity „keragaman‟ kota. Perbedaan antara posmodern dengan modern terletak pada aspek-aspek konstekstual dan kultural dalam penciptaan karya-karyanya seperti simbolisme, ornamen, humor, teknologi, hubungan arsitek dengan existing dan budaya masa lalu (Jencks, 1977).

 

Pengaruh Arsitektur Modern Terhadap Arsitektur Post Modern

Menelusuri kembali sebagai kilas balik dari pertumbuhan sejarah filsafat/ideologi modern yang bermula berkembang sedemikian pesatnya sejak abad ke 19 akibat disulut oleh adanya kebangkitan Revolusi Industri, dimana memberikan akibat dengan tumbuhnya perubahan secara besar-besaran di bidang ekonomi, sosial dan teknologi yang merupakan kerangka dasar dari revolusi industri tersebut. Dalam dunia arsitektur, pemikiran baru tersebut memberikan pengaruh yang besar kepada para arsitek untuk membangun daya kreasinya, terutama dengan ditunjang oleh adanya penemuan teknologi dan bahan yang timbul bersamaan dengan kebangkitan Revolusi Industri. Bukan hanya sekedar sebuah percikan tetapi lebih kepada sebuah ledakan yang membahana sangat dahsyat, yang menyulut sedemikian cepat kepada budaya baru tersebut dan dengan cepat mempengaruhi beberapa arsitek yang kemudian menyatakan dirinya sebagai arsitek modern, membawa angin perubahan yang sangat drastis pada karya-karya arsitektur pada masa itu. Sebuah hasil dari pemikiran baru mengenai pandangan hidup yang lebih manusiawi seperti moralis, nasionalis, materialis, standarisasi serta kejujuran yang diterapkan dalam bentuk fisik bangunan.

Salah satu penerapan bangunan postmodern adalah Bangunan Grand Royal Panghegar yang didesain dengan cara berpikir yang berbeda dengan proses desain arsitektur modern. Bangunan ini didesain dengan berbagai macam rujukan yang bertujuan menciptakan fiksi yang tidak mudah dibaca baik oleh pengguna maupun masyarakat luas. Grand Royal Panghegar cenderung memperhatikan soal penerimaan tipe bangunan bersejarah dan interest terhadap aspek simbolik pada bentuk fasad. Eksplorasi terhadap seni Art Deco sangat kental terasa pada bangunan Grand Royal Panghegar, sebagian besar bangunan ini menggunakan substruktur granit berwarna hitam ataupun putih, hal ini merupakan usaha dari sang arsitek untuk menghadirkan kembaliornament figuratif. Hal tersebut memunculkan pertanyaan betapa bangunan baru telah didorong menjadi simbolis dan monumental, tetapi bermain-main seperti halnya arsitektur masa lalu. Tampaknya dari pemikiran diatas, terjadi penggabungan dua makna yang berbeda pada bangunan Grand Royal Panghegar yaitu penggabungan dua langgam berbeda, Art Deco dan modern. Selain itu apabila diperhatikan lebih dalam bangunan terbagi menjadi beberapa bagian tropomoetri bangunan klasik, yaitu podium, badan, kepala. Dapat disimpulkan bahwa Grand Royal Panghegar adalah bangunan posmodern.

 

KESIMPULAN

Kritik -kritik dan teori tentang arsitektur-modern telah cenderung untuk menyederhanakan secara berlebihan kebermulaan yang kompleks Gerakan Arsitektur Modern. Penyederhanaan tersebut merupakan representasi perngurangan bertahap prinsipprinsip normatif gerakan arsitektur modern. Dalam buku The Language of Post-Modern Architecture (1977), Jencks menjelaskan ada enam prinsip arsitektur posmodern, yaitu Double Coding, hybrida, schizophrenia, bahasa arsitektur untuk mencapai multivalensi, kaya metafor, dan menghargai multiplicity. Salah satu penerapan bangunan postmodern adalah Bangunan Grand Royal Panghegar yang didesain dengan cara berpikir yang berbeda dengan proses desain arsitektur modern. Bangunan ini didesain dengan berbagai macam rujukan yang bertujuan menciptakan fiksi yang tidak mudah dibaca baik oleh pengguna maupun masyarakat luas. Grand Royal Panghegar cenderung memperhatikan soal penerimaan tipe bangunan bersejarah dan interest terhadap aspek simbolik pada bentuk fasad. Eksplorasi terhadap seni Art Deco sangat kental terasa pada bangunan Grand Royal Panghegar, sebagian besar bangunan ini menggunakan substruktur granit berwarna hitam ataupun putih, hal ini merupakan usaha dari sang arsitek untuk menghadirkan kembaliornament figuratif. Hal tersebut memunculkan pertanyaan betapa bangunan baru telah didorong menjadi simbolis dan monumental, tetapi bermain-main seperti halnya arsitektur masa lalu. Tampaknya dari pemikiran diatas, terjadi penggabungan dua makna yang berbeda pada bangunan Grand Royal Panghegar yaitu penggabungan dua langgam berbeda, Art Deco dan modern. Selain itu apabila diperhatikan lebih dalam bangunan terbagi menjadi beberapa bagian tropomoetri bangunan klasik, yaitu podium, badan, kepala. Dapat disimpulkan bahwa Grand Royal Panghegar adalah bangunan posmodern.

 

DAFTAR PUSTAKA

Adam, J., & R, R. S. (2014, Januari). Kajian Desain Fasad Baru Grand Royal Panghegar. Jurnal Reka Karsa, No. 4, Vol. 1, 11.

Gartiwa, M., & Wijaya, A. (2006). Polarisasi Arsitektur Modern dan Post Modern. Jurnal Ilmiah Arsitektur UPH, Vol. 3, No. 1, 20.

Syarief, R. (Desember 2012). Regionalisme Dalam Kondisi Post-modern. Arsitektur Post Modern, No. 3, Vol. 1, 18.




Komentar

Postingan Populer